MCI.com, Kota Gorontalo – Pemutusan hubungan kerja (PHK) dimana-mana, memaksa rakyat memutar otak untuk menciptakan lapangan kerja baru. Alhasil sebagian orang beralih menjadi pedagang. Berdagang umumnya membutuhkan ruang atau tempat (kios, kedai, lapak) yang strategis.
Keluhan datang dari mereka para pejuang rupiah, berikut hasil pantauan media belum lama ini.
Yanto, pedagang makanan asal pulau Jawa, mencoba merantau untuk mengadu nasib, ia merintis usaha bakso, gado- gado dan nasi gorengnya dengan mengontrak tempat usaha tahunan pada warga asli/ setempat di jalan Cokroaminoto dengan harga yang telah disepakati.
Ia senang usahanya berkembang di tahun pertama. Namun masalah baru datang padanya, pemilik kios telah merubah harga sewa yang memberatkannya, pada akhirnya ia pindah ke kios lain yang sesuai kemampuan.
“Harga sewa berubah jadi memberatkan, jadi akhirnya pindah kios yang harga sesuai kemampuan,” keluhnya.
Hal senada disampaikan ljah, seorang pedagang nasi di jalan Patimura. Tahun lalu para pedagang dihimbau pindah kios milik Pasar Central. Saat itu Pasar Central baru selesai dironvasi pemerintah.

Ijah tidak berminat, pasalnya sewa kios baru mahal harganya dan Pasar Central sekarang tidak seramai dulu. Dan Ia juga takut kehilangan pelanggan.
“Tahun lalu sudah dihimbau (pemerintah) untuk pindah. Tapi kios baru mahal harganya. Baru tidak seramai dulu. Takut juga kehilangan pelanggan kalau pindah,” ungkap Ijah.
Kemudian HL, korban PHK dan eks warga binaan, terpaksa menjadi penjual kopi seduh, juga mengeluhkan hal yang sama. Ia mulai merintis hidupnya dengan berniaga kecil-kecilan di halaman kos-kosan hingga kini.(mercy)